Pages

Tafsir ahkam II tentang Dalil Larangan mempengaruhi Hakim

Rabu, 21 Mei 2014
LARANGAN MEMPENGARUHI HAKIMDisusun Guna Memenuhi TugasMata kuliah : Tafsir Ahkami IIDosen Pengampu : Mufatihatut Taubah. S.Ag., M. Pd.I Disusun Oleh : 1. Afifah (112046) 2. Renni Ina Yuliani (112049) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN TARBIYAH/PAI 2013 A. PENDAHULUAN Akhir – akhir ini ramai diberitakan di media masa tentang adanya oknum penegak hukum yang menerima sejumlah dana yang patut diduga berkaitan dengan perkara yang telah ditanganinya. Seandainya informasi dan pemberitaan itu benar, maka suatu hal yang sangat memprihatinkan sebagai instasi penegak hukum yang selama ini kita junjung tinggi, karena boleh jadi yang muncul satu ini tetapi sesungguhnya di permukaan banyak sekali yang boleh jadi tidak dapat diketahui oleh orang banyak.

Akan tetapi apabila penegak hukum yang mempermainkan hukum, maka tunggu masa kehancuran. Salah satu yang terlarang dan sering dilakukan dalam masyarakat adalah menyogok dan disogok. Penyogok menurunkan keinginannya kepada yang berwenang memutuskan sesuatu, tetapi secara sembunyi – sembunyi dan dengan tujuan mengambil sesuatu secara tidak sah.

Untuk itu disini akan dibahas secara lengkap tafsir surat Al Baqarah Ayat 188 tentang larangan mempengaruhi hakim dan larangan untuk memakan harta orang lain. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa ayat tentang Larangan Mempengaruhi Hakim? 2. Asbabun Nuzul dari Ayat tersebut? 3. Apa Munasabah Surat Al Baqarah ayat 188? 4. Analisis apa saja yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 188? C. PEMBAHASAN 1. Ayat dan Terjemahan Surat Al Baqarah Ayat 188 Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ô‰è?ur !$ygÎ/ ’n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.

Penjelasan ayat di atas : Menunjukkan bahwa ketetapan hakim tidak mengubah karakteristik perkara. Hakim tidak dapat menghalalkan yang berkarakter haram dan dia tidak mengharamkan perkara halal yang berkarakter halal, karena dia hanya berperang teguh kepada zahirnya saja. Jika sesuai, maka itulah yang dikehendaki, dan jika tidak sesuai, maka hakim tetap beroleh pahala dan bagi yang bermuslihat adalah dosanya. Oleh karena itu, AllahTa’ala berfirman, “dan janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan batil .......sedang kamu mengetahuinya”, yakni mengetahui kebatilan perkara yang kamu sembunyikan di dalam alasan-alasan yang kamu ajukan.

 2. Asbabun Nuzul Muqatil bin Hayyan berkata : ayat ini turun mengenai prihal Amru’ Qays bin Abbas Al-Kindy dan ‘Abdan bin Asywa’ Al-Hadlrāmy. Jelasnya, keduanya bersengketa tentang sebidang tanah dan membawanya kehadapan Rasulullah SAW, dalam pada itu Amru’ Al-Qays sebagai pihak yang dituntut (terdakwa), dan ‘Abdan bin Al-Hadramy sebagai penuntut. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat ini (Al-Baqarah : 188), Rasulullah SAW memenangkan ‘Abdan pada sebidang tanahnya, dan dengan keputusan itu Amru’ Al-Qays pun tidak menentangnya.

 Sa’id bin Jabir berkata ; bahwasanya Amru’ bin Qays bin Abbas dan ‘Abdan bin Asywa’ Al-Hadlrāmy bersengketa mengenai sebidang tanah, lalu Amru’ Al-Qays menginginkan ‘Abdan bersumpah, maka turunlah ayat ; " ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل .." Ayat ini sebagai peringatan kepada orang-orang yang merampas hak orang lain dengan jalan bathil. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair). Ibn Katsir menjelaskan berdasarkan riwayat Ali ibn Abi Thalhah bahwa ayat ini terkait dengan peristiwa dimana ada seorang laki-laki yang menginginkan sebuah harta kekayaan namun ia tidak memiliki cukup bukti atas harta kekayaannya tersebut. Kemudian ia pergi menemui seorang hakim untuk mendapatkannya dengan berbagai cara apapun agar ia mendapatkannya.

Padahal ia mengetahui bahwa hal itu tidak benar, berdosa, dan sama halnya dengan orang memakan harta haram. 3. Munasabah ayat An Nisa 135 : * $pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#y‰pkà­ ¬! öqs9ur #’n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& Èûøïy‰Ï9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $†‹ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4’n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #“uqolù;$# br& (#qä9ω÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. Penjelasan ayat Allah Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hambaNya yang beriman agar mereka menjadi para penegak keadilan sehingga mereka tidak berpaling dari keadilan ke kanan dan ke kiri dan tidak mengkhawatirkan celaan si pencela, dan hendaklah mereka bekerja sama dalam menegakkannya.

 Firman Allah Ta’ala, “sebagai saksi karena Allah”, yakni dilaksanakan kesaksianmu itu karena Allah dan guna meraih keridhaanNya. Jika demikian, maka kesaksianmu itu shahih dan tidak menyimpang. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “walaupun terhadap dirimu sendiri”, yakni buktikanlah kebenaran itu walaupun dampak negatifnya berpulang kepada dirimu karena Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan kepada orang yang menaati-Nya. Firman Allah Ta’ala, “atau terhadap kedua orang tua atau karib kerabat”. Maksudnya, walaupun kesaksian itu terhadap kedua orang tua dan kerabatmu. Maka janganlah kamu gentar terhadap mereka dan buktikanlah kebenaran, meskipun mereka menjadi sengsara, karena kebenaran itu akan menghukumi setiap orang. Firman Allah Ta’ala, “jika dia kaya atau miskin, maka Allah lebih menguasai keduanya”.

Maksudnya, janganlah kamu gentar dalam memberikan kesaksian terhadap orang kaya lantaran kekayaannya dan janganlah kamu menaruh belas kasihan kepadanya lantaran kemiskinannya, karena Allah lebih menguasai keduanya daripada kamu. Firman Allah’ “maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu untuk menyimpang”.

Yakni janganlah kepentingan pribadi, fanatisme, dan kebencian itu mendorongmu untuk meninggalkan keadilan dalam berbagai persoalanmu, namun tegakkanlah keadilan itu. Firman Allah Ta’ala,”maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”, yakni Dia akan membalas karena menyembunyikan kesaksian. Asbabun Nuzul As-Suddi ra menuturkan bahwa suatu hari, seorang kaya dan seorang miskin yang bersengketa datang menghadap Rasulullah saw, ternyata Rasulullah saw lebih membela orang yang miskin. Beliau beranggapan bahwa orang yang miskin tidak mungkin akan mendzalimi yang kaya.

Atas sikap Rasulullah itu, allah menegur beliau dengan ayat ini. 4. Penafsiran Ayat ini berbicara tentang dosa besar penyebab ketidakadilan dan ketidakamanahan dalam ekonomi masyarakat. Dan kaum Muslimin sangat dilarang melakukan; satu, perlakuan yang tidak pantas terhadap harta milik orang lain. Dua, menyuap hakim supaya dapat menguasai harta orang lain. Pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang agar jangan memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.

 Yang dimaksud dengan “memakan” di sini ialah “mempergunakan” atau “memanfaatkan” sebagaimana biasa dipergunakan dalam bahasa Arab dan bahasa lainnya. Dan yang di maksud dengan “batil” ialah dengan cara yang tidak menurut hukum yang telah ditentukan Allah. Al-Quran menyebutnya dengan istilah "batil" dan "dosa". Perbuatan yang menurut akal tidak patut dan menurut syariat dosa dan haram. Ada sebagian orang demi supaya perbuatan itu tidak dianggap buruk, memberi nama "suap" dengan hadiah. Disebutkan dalam sejarah ada seorang "Tawwabi" datang ke rumah Ali as membawa sesuatu atas nama hadiah agar nanti di pengadilan hukum yang dijatuhkan bermanfaat bagi dirinya. Imam Ali mengatakan: "Demi Allah, seandainya diberikan langit kepadaku agar aku mengambil sebutir gandum dari mulut semut, sama sekali aku tidak akan melakukannya. Kemudian pada ayat bagian kedua atau bahagian terakhir dari ayat ini Allah swt. melarang membawa urusan harta kepada hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebabagian dari harta orang lain dengan cara yang batil, dengan menyogok atau memberikan sumpah palsu atau saksi palsu.

Di dalam ayat ini Allah menuntut orang-orang yang beriman untuk dapat menjadi penegak keadilan. Perintah berlaku adil di dalam bahasa Arab diungkapkan dengan berbagai lafaz diantara اعدلوا, كونوا مقسطين, كونوا قائمين بالقسط dan كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ. Masing-masing kata ini memiliki tingkat ketegasan yang berbeda-beda. Kata اعدلوا berarti “berlaku adillah”, ini biasanya dipakai dalam keadaan normal. Adapun kata yang lebih tegas dari kata اعدلوا adalah كونوا مقسطين yang berarti “jadilah orang-orang yang adil”, dan kata yang lebih tegas lagi adalah كونوا قائمين بالقسط yang berarti “jadilah-penegak-penegak keadilan”. Adapun ungkapan yang paling tegas adalah seperti di dalam Qs. al-Nisa’; 135 di atas yaitu dengan kata كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ yang berarti “jadilah penegak-penegak keadilan yang sempurna lagi sebenar-benarnya”. Bersikap adil tersebut berlaku terhadap diri sendiri, orang tua, keluarga terdekat, yaitu tanpa memandang kedekatan-kedekatan tersebut dan tidak terpengaruh oleh kekayaan masing-masing yang berperkara.

Peringatan Allah di dalam ayat ini tidak lain adalah karena pada kenyataannya menunjukkan bahwa faktor keluarga dan harta sangat dapat mempengaruhi keobjektifan seseorang di dalam menghukum. Dengan faktor kedekatan, seorang hakim bisa saja menzalimi pihak lain, dan karena kekayaan seorang hakimpun dapat berlaku aniaya terhadap orang yang miskin. Atau sebaliknya karena merasa kasihan terhadap kondisi orang yang miskin seorang hakim bisa saja tidak lagi berlaku adil. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Nabi, ketika beliau ditemui oleh dua pihak yang berperkara, salah satunya adalah orang kaya, sedangkan yang lain adalah miskin. Sehingga Nabi merasa tersentuh dengan yang miskin, dan beliau meyakini bahwa yang miskin tersebut tidak akan mungkin berbuat zhalim terhadap yang kaya, Sehingga Allah menurunkan ayat ini: إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بهما. Di sini Allah menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan kondisi-kondisi pribadi, di luar perkara tersebut tidak patut untuk menyebabkan seorang hakim menyimpang dari kebenaran. Dan Allah-lah yang lebih tahu akan kemaslahatan, maka seorang hakim tersebut dituntut untuk menegakkan keadilan sebagaimana mestinya.

Demikian juga bagi mereka yang mengetahui permasalahan tersebut, mereka dituntut untuk dapat menjadi saksi secara adil, sehingga hukum dapat berlaku secara benar dan tepat. 5. Analisis Pada ayat yang pertama, yakni Q.S. al-Baqarah ayat 188 menegaskan bahwa dilarangnya kita untuk memakan harta dari jalan yang salah. Dan juga terdapat larangan untuk membawa urusan itu kepada hakim untuk bisa memakan sebagian harta itu meskipun kita tahu bahwasannya itu adalah dosa. Dilarang untuk melakukan ‘suap’ atau cara lainnya yang menjadikan putusan hakim menjadi tidak berkeadilan.

Dalam kaitan ini maka orang yang sedang berperkara dilarang untuk mempengaruhi seorang haikm dalam pengambilan keputusan. Seorang hakim juga dilarang untuk memberikan keputusan yang menyimpang dari sesuatu yang sebenarnya. Misalnya menghalalkan sesuatu yang haram atau sebaliknya. Dengan kata lain, membebaskan yang bersalah dan memenjarakan yang tidak bersalah. Oleh karena itu, menurut Qatadah ayat ini menegaskan kepada para haikm, meskipun para hakim juga seorang manusia biasa (bisa salah dan bisa benar) namun di dalam memutuskan sebuah kasus para hakim harus mendasarkan diri pada apa yang ia lihat sendiri dan kesaksian para saksi/ alat bukti yang ada.

Sedangkan pada Q.S. an-Nisa’ ayat 135 menerangkan bahwa kita disuruh untuk menjadi saksi yang adil, meskipun itu saudaramu, tetaplah berlaku jujur, jangan sampai memutar balikkan kata. Karena sesungguhnya Allah mengetahui semua yang telah kita perbuat. Menegakkan keadilan dan memberikan persaksian yang benar sangat penting artinya, baik bagi orang-orang yang menjadi saksi ataupun bagi orang-orang yang diberi persaksian. Itulah sebabnya, menegakkan keadilan atau memberikan persaksian yang benar itu, ditetapkan dan dimasukkan ke dalam rangkaian syariat Allah yang wajib dijalankan.

Dan apabila mereka memutar balikkan kenyataan dalam memberikan persaksian, sehingga apa yang dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan, atau mereka enggan untuk memberikan persaksian karena tekanan-tekanan yang mempengaruhi jiwanya, maka mereka harus ingat bahwa Allah mengetahui apa yang terkandung di dalam hati mereka.

 D. KESIMPULAN Allah menyuruh kita supaya kita menjadi orang yang jujur dengan tidak memakan harta orang lain. Apalagi kalau kita tahu kalau itu perbuatan dosa. Jangan sampai kita memakan sebagian dari harta mereka. Karena sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu yang telah kalian kerjakan. Untuk ayat yang ke dua, Allah menyuruh kita bahwa kita dilarang untuk menjadi saksi yang tidak jujur, memutar balikkan fakta, mskipun itu adalah orang tuamu ataupun saudaramu sendiri.maka dari itu berlaku adillah kepada semua orang.

 E. PENUTUP Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang telah kami sampaikan ini dapat memberikan manfaat kepada kita. Apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah kami kami mohon maaf.

DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Terjemah Al-Qur’anul Karim. Qur’an Tajwid. Jakarta Timur : Maghfiroh Pustaka Ibnu Katsir.Terjemah Singkat Tafsir. Jakarta : Bina ilmu. 1993 M. Ar-Rifa’i Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani. 1999 DR. Hatta Ahmad, MA. Tafsir Qur’an Perkata. Jakarta: Maghfirah Pustaka. 2009 Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2008 Al-Marâghiy, Ahmad Mushthafa, Tafsîr al-Marâghiy, Mesir: Markaz Maktabah wa Mathba’ah Mushthafa al-Bâbiy al-Halabiy, 1946 http://uniituaku.blogspot.com/2013/01/larangan-mempengaruhi-hakim.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar