Pages

makalah ilmu pendidikan

Jumat, 30 Mei 2014
PROFESIONALISME GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah :Ilmpu Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Izzah Ulya Qadam, M.Pd.I Disusun oleh: Abduk Malik (112330) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN TARBIYAH (PAI) 2014 PROFESIONALISME GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. LATAR BELAKANG Pendidikan islam sering kali dikesankan sebagai pendidikan yang tradisional dan konservatif. Hal itu wajar karena orang memandang bahwa kegiatan pendidikan Islam dihinggapi oleh lemahnya peggunaan metodologis pembelajaran yang cenderung tidak menarik perhatian dan memberdayakan . Jika problem tersebut tidak segera ditanggapi secara serius dan berkelanjutan, maka peran pendidikan Islam akan kehilangan daya tariknya. Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupa manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupa pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sistem pendidikannya berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang dicita-citakannya, sebaliknya bila proses pendidikan yang dijalankan tidak tidak berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajuan yang dicita-citakan. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi peserta didik guru sering dijadikan tokoh teladan. Oleh karena itu, guru seyogyanya memiliki perilaku dan kompetensi yang memadai untuk mengembangkan peserta didik secara utuh, utuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya, guru perlu menguasai berbagai hal terutama kompetensi kepribadian sosial dan profesional. Setiap calon guru nantinya akan benar-benar dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik. Di dalam mengajar nantinya seorang guru dituntut untuk bisa memberikan yang terbaik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontribusinya pendidikan, misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Maka dari itu tulisan ini akan mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan dalam pendidikan Islam. Hingga saat ini masih banyak ditemui beberapa kendala yang menghambat berkembangnya pendidikan , khususnya dalam lingkungan pendidikan agama Islam. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: 1.Bagaimana definisi profesionalisme? 2.Bagaimana pandangan Islam tentang profesionalisme? 3.Bagaimana cara menerapkan profesionalisme di sekolah- sekolah Islam? C. TUJUAN Setelah diketahui seorang guru yang profesional di dalam lembaga pendidikan agama Islam, suatu lembaga akan kelihatan lebih unggul dan berpotensi dalam meningkatkan kualitas pendidikan, yang menjadi tujuan dari seorang guru yang profesional di lembaga pendidikan agama Islam yaitu agar peserta didiknya bisa lebih meningkatkan kreatifitas belajar, baik disekolah maupun diluar sekolah,dan bukan hanya meningkatkan kreatifitas belajar saja, tetapi yang lain seperti halnya juga dalam bersaing ketika ada kegiatan-kegiatan dengan lembaga sekolah yang lain. D. PEMBAHASAN 1. Definisi Profesionalisme Profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi. Menurut Muchtar Luthfi dari Unifersitas Riau (Lihat Mimbar,3,1984:44), seseorang disebut memiliki profesi bila ia memenuhi kriteria berikut ini. (1) Profesi harus mengandung keahlian. Artinya, suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus. (2) profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban. (3) profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal. Artinya, profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. Secara universal pegangannya itu diakui. (4) profesi adalah untuk masyarakat , bukan untuk diri sendiri. (5) profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Kecakapan dan kompetensi itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya. (6) pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya. Otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi. (7) profesi mempunyai kode etik, disebut kode etik profesi. (8) profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan. Selanjutnya Finn (1953) menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat; gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi itu ( Lihat Miarso, 1986:28). Finn menyatakan pula bahwa suatu profesi harus mengenaali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain ( Miarso, 1986:29). Pengenalan ini terutama diperlukan karena ada kalanya suatu garapan melibatkan lebih dari satu profesi. Memang tidak semua bidang profesi mengandung keahlian yang tegas, keahlian diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus, keahlian kedokteran diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus di fakultas kedokteran , keahlian dalam profesi sastra diperoleh dengan cara mempelajarinya di fakultas sastra. Keahlian bukan diperoleh dari pewarisan. Sulit juga suatu keahlian diperoleh diperoleh dengan cara mempelajarinya sembarangan, misalnya hanya dengan cara “ mengintip “ orang yang sedang belajar, atau membaca sedikit-sedikit, atau melihat-lihat hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain, begitu juga halnya seorang guru harus mempelajarinya secara khusus dalam profesi keguruan. 2. Pandangan Islam tentang profesionalisme Bila kita perhatikan profesi seperti diuraikan di atas, agaknya ada dua kriteria yang pokok, yaitu (1) merupakan panggilan hidup dan (2) keahlian. Pekerjaan (profesi adalah pekerjaan) menurut Islam harus dilakukan karena Allah. “Karena Allah” maksudnya adalah karena diperintahkan Allah. Jadi, profesi dalam Islam harus dijalani karena merasa bahwa itu adalah perintah Allah. Dalam kenyataannya pekerjaan itu dilakukan untuk orang lain, tetapi niat yang mandasarinya adalah perintah Allah. Dari sini kita mengetahui bahwa pekerjaan profesi di dalam Islam dilakukan untuk atau sebagai pengabdian kepada dua objek: pertama pengabdian kepada Allah, dan kedua sebagai pengabdian atau dedikasikepada manusia atau kepada yang lain sebagai objek pekerjaan itu. Jelas pula bahwa kriteria “pengabdian” dalam Islam lebih kuat dan lebih mendalam dibandingkan dengan pengabdian dalam kriteria yang diajarkan di atas tadi. Pengabdian dalam Islam, selain demi kemanusiaan, juga dikerjakan demi Tuhan, jadi ada unsur transenden dalam pelaksanaan profesi dalam Islam. Unsur transenden ini dapat menjadikan pengalaman profesi dalam Islam lebih tinggi nilai pengabdiannya dibandingkan dengan pengamalan profesi yang tidak didasari oleh oleh keyakinan iman kepada tuhan “maka dari itu profesionalisme guru sangat penting bagi seorang pendidik untuk anak didiknya dalam meningkatkan mutu pendidikan”. Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus dilakukan secara benar. Itu hanya mungki dilakukan oleh orang yang ahli. Rasulullah SAW mengatkan bahwa “bila suatu urusa n dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancuran”. اِذَا وُسِدَالاَمْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِه فَانْتَظِرُوا الساعَةَ (رواه البخارى) “kehancuran” dalam hadis itu diartikan secara terbatas dean dapat juga diartikan secara luas. Biloa seorang guru mengajar tidak dengan keahlian, maka yang hancur adalah muridnya. Ini dalam pengertian yang terbatas.murid-murid itu kelak mempunyai murid lagi; murid-murid itu kelak berkarya, keduanya dilakukan dengan tidak benar (karena telah dididik tidak benar), maka akan timbullah “kehancuran”, yaitu kehancuran orang-orang atau murid itu sendiri, dan kehancuran sistem kebenaran karena mereka mengajarkan pengetahuan yang dapat saja tidak benar. Ini kehancuran dalam arti luas. Maka benarlah apa yang diajarkan Nabi: setiap pekerjaan (urusan) harus dilakukan oleh orang yang ahli. “karena Allah” saja tidaklah cukupuntuk melakukan suatu pekerjaan. Yang mencukupi ialah “karena Allah” dan “keahlian”. 3. Cara menerapkan profesionalisme di sekolah-sekolah Islam Pendidikan sangatlah berarti bagi kehidupan bangsa dan Negara, terutama dalam pendidikan agama islam yang ada di sekolah-sekolah. Agar anak memperolehpengalaman belajar dengan baik dan yang seharusnya apabila diberikan pendidikan dan pengajaran disekolah oleh guru yang professional. Tugas guru dalam mengajar adalah pekerjaan professional sebagai pekerjaan profesional, orang yang menyandang pekerjaan sebagai guruharus memiliki sejumlah ketrampilan, ketrampilan itu hanya mungkin didapatkan dari sebuah proses latihan dari lembaga pendidikan yang kompeten serta ditambah dengan pendidikan dan pelatihan lanjutan setelah menyelesaikan studi di lembaga pendidikan tenaga kependdikan. Ketrampilan yang dimiliki berupa ketrampilan dasar dalam mengajar. Ketrampilan dasar mengajar adalah ketrampilan standar yang harus dimiliki setiap individu yang berprofesi sebagai guru dalam melakukan pengajaran. Untuk menerapkan profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan agaknya dapat diikuti sekurang-kurangnya dipertimbangkan pikiran berikut ini: Pertama, adanya profesionalisme pada tingkat yayasan. Biasanya sekolah berada di bawah pengelolaan dan tanggung jawab yayasan. Yayasan tidak selalu hanya mengurus sekolah, kadang-kadang yayasan juga membuat kegiatan lain. Mungkim saja sebuah yayasan mengurus rumah sakit, rumah yatim, koperasi sekolah, dan lain-lain. Alam hal seperti ini, pengurus yayasan tidak harus profesional dalam semua bidang garapan itu. Dalam hal ini maka yayasan harus menudaskan seseorang yang profesional untuk setiap bidang garapan. Untuk mengolah sekolah harus ada paling sedikit satu orang yang memiliki profesi pendidikan (tegasnya sekolah) yang duduk pada tingkat yayasan. Kedua, menerapkan profesionalisme pada tingkat pimpinan sekolah. Dalam hal ini yang benar-benar harus diperhatikan oleh pengurus yayasan ialah memiliki kepala sekolah yang benar-benar profesional, dengan keahliannya itu ia dapat meningkatkan mutu tenaga guru. Akan tetapi bila katakanlah guru-guru profesional, tetapi kepala sekolah tidak profesional, yang akan terjadi adalah bentrokan kebijakan, bila ini terjadi maka sekolah itu akan kacau. Betapa tidak, guru yang profesional itu kadang-kadang harus melakukan atau menghadapi hal-hal yang ia tau itu tidak benar . guru akan bekerja dalam kebimbangan, bahkan akan bekerja dalam keadaan bentrok kejiwaan. Ini akan amat berbahaya bagi peningkatan mutu sekolah. Berbahaya sekali karena keadaan itu dapat mempengaruhi guru. Gurun yang profesional itu lama-lama akan menurun kualitas profesionalnya, bahkan lama-lama tidak lagi profesional. Ketiga, penerapan profesionalisme pada tingkat tenaga pengajar. Ini harus dimulaidalam penerimaan tenaga guru. Kadang-kadang ada yayasan dan atau kepala sekolah yang berpendapat bahwa untuk sementara terima saja asal ada yang melamar, nanti bila sekolah sudah stabi, kita ganti guru yang tidak profesional, kebijakan ini keliru. Kenyataannya ialah memecat guru tidaklah mudah, antara lain ialah guru yang sudah dipecat itu mempengaruhi guru yang belum atau tidak dipecat. Ia menyebarkan pendapat-pendapat yang biasanya merugikan pihak sekolah, oleh karena itu, hati-hatilah dalam mengangkat guru. Bentuk-bentuk program peningkatan mutu guru itu banyak sekali, dan semakin lama akan semakin berkembang. Keempat, profesionalisme tenaga tata usaha sekolah, kebutuhan pegawai tata usaha untuk suatu sekolah sesungguhnya tidak banyak. Banyaknya pegawai tata usaha tidak menjamin beresnya tata usaha sekolah. Yang menjamin adalah tingkat profesionalisme yang tinggi. Apalagi pada zaman sekarang ini tatkala peralatan bantu (computer, misalnya) sudah semakin canggih. Perencanaan ketatausahaan sekolah seluruhnya adalah tugas kepala sekolah, mencakup jumlahnya dan bidang tugasnya. Tidak dapa dibuat teori baku tentang jumlah dan tugas tata usaha sekolah. Ini disebabkan oleh kondisi dan program sekolah tidak sama. Hambatan utama untuk menerapkan profesionalisme dalam pengelolaan sekolah ialah kekurangan biaya, demikian pendapat umum di kalangan pengelola sekolah Islam. Oleh karena itu, sekolah Islam banyak yang rendah mutunya. Pendapat ini dianut, dan kelihatannya banyak sekali orang yang percaya pada pendapat itu. E. ANALISIS Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi peserta didik guru sering dijadikan tokoh teladan. Oleh karena itu, guru seyogyanya memiliki perilaku dan kompetensi yang memadai untuk mengembangkan peserta didik secara utuh, utuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya, guru perlu menguasai berbagai hal terutama kompetensi kepribadian sosial dan profesional.maka dari itu guru yang profesional adalah cara mempermudah untuk pelaksanaan pendidikan agar ia dapat aktif melakukan tugas. Sehingga dapat memperoleh hasil secara optimal. Sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang berdasarkan skill yang dimiliki oleh guru. Dalam pendidikan dan pembelajaran, apapun yang di lakukan guru adalah bertujuan untuk mendidik bukan karena motif-motif lain. Maka dari itu akan kurang baik bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. F. KESIMPULAN Profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi. Pekerjaan (profesi adalah pekerjaan) menurut Islam harus dilakukan karena Allah. “Karena Allah” maksudnya adalah karena diperintahkan Allah dan kedua sebagai pengabdian atau dedikasikepada manusia atau kepada yang lain sebagai objek pekerjaan itu. Beberapa pikiran yang dipertimbangkan dalam penerapan profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan yaitu: Pertama, adanya profesionalisme pada tingkat yayasan. Kedua, menerapkan profesionalisme pada tingkat pimpinan sekolah. Ketiga, penerapan profesionalisme pada tingkat tenaga pengajar. Keempat, profesionalisme tenaga tata usaha sekolah G. KRITIK DAN SARAN Pada zaman sekarang ini banyak guru yang tidak profesional bisa mengajar di lembaga pendidikan agama islam, karena sekarang ini siapa yang dekat dengan lembaga itu pasti akan dimasukkan atau dipanggil oleh ketua lembaga itu untuk mengajar di lembaga tersebut meskipun tidak dalam bidangnya. Kenyataan yang terjadi yaitu di desa saya Undaan Lor Karanganyar Demak, orang yang dipanggil berpendidikan Agama Islam (PAI), tetapi setelah masuk ternyata di lembaga tersebut mengajar dengan status guru kelas. Saran dari penulis, didalam pendidikan agama Islam, sebagai seorang guru janganlah dijadikan untuk suatu pekerjaan, melainkan adanya seorang guru adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka dari itu di lembaga pendidikan diperlukan adanya seorang guru yang profesional. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Tafsir,Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT.Remaja Rosda Karya, Bandung:1992 Darwyn Syah dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Gaung Persada Press, Jakarta : 2007 DJam`an Satori,dkk,Profesi Keguruan, Universitas Terbuka, Jakarta:2008 Idzam Syafi`I, Majalah El-Qudsy Wahana Kreasi dan ekspresi, Persatuan Pelajar Qudsiyyah, Kudus:2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar